Jumat, 03 Juli 2015

aljabar linear matrik


 
Makalah

ALJABAR LINEAR dan matrik















Disusun Oleh:

Alan Budikusuma           (  D1041141071 )


PROGRAM STUDI teknik informatika
FAKULTAS teknik
UNIVERSITAS tanjungpura
pontianak
2015









 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala,  karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aljabar Linear Dan Matrik”. Makalah ini merupakan rangkuman dari buku “Aljabar Linear Elementer” karya Howard Anton. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Aljabar Linear Elementer.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Pontianak, 02 Juli 2015

                                                                                                  Penyusun








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i 
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii 
              BAB I – PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG............................................................................ 1 
1.2    TUJUAN................................................................................................ 1 
1.3   METODE PENULISAN......................................................................... 1 

BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1  SISTEM PERSAMAAN LINEAR......................................................... 2   
2.2  ELIMINASI GAUSS............................................................................. 3   
2.3  SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN..................................... 6   
2.4  MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS................................................. 9   
2.5  ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS................................ 11  
2.6  MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1..... 17  
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAAN DAN KETERBALIKAN    18                                                                                                              

BAB III – DETERMINAN
3.1  FUNGSI DETERMINAN..................................................................... 20  
3.2  MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS........... 23  
3.3  SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN.............................................. 25  
3.4  EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER.................................. 26  

BAB IV – VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
4.1  VEKTOR (GEOMETRIK)................................................................... 31  
4.2  NORMA VEKTOR; ILMU HITUNG VEKTOR................................... 34  
4.3  HASIL KALI TITIK; PROYEKSI........................................................ 35  
4.4  HASIL KALI SILANG........................................................................ 39  

BAB V – RUANG-RUANG VEKTOR
5.1  RUANG – n EUCLIDIS....................................................................... 41  
5.2  RUANG VEKTOR UMUM................................................................. 43  
5.3  SUB-RUANG ..................................................................................... 44  
5.4  KEBEBASAN LINEAR....................................................................... 46  


 BAB VI – PENUTUP......................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA
Anton, Howard, Aljabar Linear Elementer, Jakarta: Erlangga, 1991.
Situs Internet:
www.google.com
www.wikipedia.com




BAB I
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena itu kami membuat makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar mereka tidak menilai Matematika adalah sesuatu yang buruk.
1.2       TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas mata kuliah Aljabar Linear Dan Matrik, yang diberikan oleh dosen kami Ibu Yulianti, S. Kom,MMsi. Dan tujuan berikutnya adalah sebagai sumber informasi yang kami harapkan bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini.
1.3       METODE PENULISAN
Penulis menggunakan metode observasi dan kepusatakaan.
Cara yang digunakan dalam penulisan adalah Studi pustaka.
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini, selain itu penulis juga mencari sumber-sumber dari internet.










BAB II
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1   SISTEM PERSAMAAN LINIER
Rounded Rectangle: Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel.
( Bilangan yang tidak diketahui ).
 


SPL mempunyai m persamaan dan n variable.
Matris yang diperbesar (augmented matrix)
Contoh :
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
1.      Konsisten
·      Solusi Tunggal
·      Solusi Banyak

2.      Tidak Konsisten
Contoh : Solusi Tunggal
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
        m  <  n
Contoh : Tidak Konsisten
0 = Konstanta

2.2   ELIMINASI GAUSS
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut harus mempunyai sifat-sifat berikut.
1.      Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2.      Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
3.      Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris yang lebih tinggi.
4.      Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris (row-echelon form).

Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
   
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.
  
Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai nol di bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon baris terreduksi harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.
 
 



Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris dinamakan eliminasi Gauss.
Contoh 1:
Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
x1         + 3x2    – 2x3                + 2x5                = 0
2x1       + 6x2    – 5x3    – 2x4    + 4x5    – 3x6    = –1
5x3       + 10x4              + 15x6 = 5
2x1       + 6x2                + 8x4    + 4x5    + 18x6 = 6

Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan mendapatkan
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2 kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan bentuk eselon baris terreduksi
Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah
x1         + 3x2                + 4x4    + 2x5                = 0
x3         + 2x4                            = 0
x6         =

Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan
x1 = – 3x2 – 4x4  – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s  – 2t ,  x2 = r ,  x3 = – 2s ,  x4 = s ,  x5 = t , x6 =
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1.
Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut adalah
Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian
x1         + 3x2     – 2x3               + 2x5                = 0
                        x3         + 2x4                + 3x6    = 1
x6         =
Langkah 1.
Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.
 
maka kita memprosesnya sebagai berikut :




x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = 1 – 2x4 – 3x6
x6 =
Langkah 2.
Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan  yang di atasnya.
 
 



Dengan mensubstitusikan x6 =  ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 – 4x4  – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =

Langkah 3.
Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.
 
 


Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s  – 2t ,  x2 = r ,  x3 = – 2s ,  x4 = s ,  x5 = t , x6 =
Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.


2.3   SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN
Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk
                              a11x1 + a12x2  + ……+ a1nxn = 0
                              a21x2 + a22x2  + ……+ a2nxn = 0
                                  :          :                      :        :
                              am1x1 + am2x2  + ……+ amnxn = 0
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 = 0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut benar.
1.      Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.
2.      Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.
Contoh :
Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
                              2X + 2X2 – X3    + X5        = 0
                              -X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0                           
                              X1 + X2 – 2X3      - 5X5      = 0
                                          X3 + X4 + X5       = 0
Matrix yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
                                                            X1 + X2 + X5  = 0
                                                            X3 + X5 = 0
                                                            X4 = 0
Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan
                                                            X1 = -X2 – X5
                                                            X3 = -X5
                                                                                X4 = 0
Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh
            X1 = -s – t,        X2 = s,              X3 = -t ,            X4 = 0,                         X5 = t  
Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.

2.4       MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS

Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

A =  

Operasi Matriks
1.      Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat di tambahkan. 
A = , B = 
A + B = +  =
Contoh : A =  , B =  , C =  
A + B =
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
2.      Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c. 
c  =  
Contoh : A =   , maka 2A = 
3.      Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o  
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
A = , B =
AB = =
Contoh : A =  , B =  
AB =  
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
A =  ® At =  
Contoh : A =  ® At =  

2.5   ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama.
Contoh 20
Tinjaulah matriks-matriks

Dengan mengalikannya maka akan memberikan
 


Jadi, AB ≠ BA

Text Box: Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka aturan-aturan ilmu hitung matriks berikut akan shahih.
(a) A + B = B + A   (Hukum komutatif untuk penambahan)
(b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif untuk penambahan)
(c) A(BC) = (AB)C   (Hukum asosiatif untuk perkalian)
(d) A(B + C) = AB + AC  (Hukum distributif)
(e) (B + C)A = BA + CA  (Hukum distributif)
(f) A(B - C) = AB – AC
(g) (B - C)A = BA – CA
(h) a(B + C) = aB+ aC
(i) a(B - C) = aB – aC
(j) (a + b)C = aC + bC
(k) (a - b)C = aC – bC
(l) (ab)C  = a(bC)
(m) a(BC) = (aB)C = B(aC) 
Contoh 21
Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah
 



Kemudian
 


                                                    

Sehingga
                                                    

Sebaliknya
                                                               
Maka
 


Teorema 3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan, maka aturan-aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih.
(a)      A + 0 = 0 + A = A
(b)      A – A = 0
(c)      0 – A = -A
(d)      A0 = 0; 0A = 0
 
Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).




Teorema 4. Setiap sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis satu pemecahan, atau tak terhingga banyaknya pemecahan.
 
 


Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti tersebut akan lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai takhingga banyaknya pemecahan dalam kasus (c).
Contoh 23
Tinjaulah matriks
Maka
                                                                                                             
Dan
                                                                                                                    
Definisi. Jika A  adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B dinamakan invers (inverse) dari A. 
 
 




Contoh 24
Matriks
                                 adalah invers dari                                   
karena

dan


Teorema 5. Jika baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
 
 


Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah kanan dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B, sehingga B = C.
Contoh 26
Tinjaulah matriks 2x2                                        

Jika ad – bc ≠ 0, maka
 


Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang ukurannya sama, maka
(a)   AB dapat dibalik
(b)   (AB) = BA
 
 




Text Box: Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil kali tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang terbalikBukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(AB) = (BA)(AB)=I, maka kita telah secara serempak membuktikan bahwa AB  dapat dibalik dan bahwa (AB) = BA. Tetapi (AB)(BA) = AIA = AA = I. Demikian juga (BA)(AB) = I.

Contoh 27
Tinjaulah matriks-matriks


Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan

 


Maka, (AB)-1 = B-1A -1 seperti yang dijamin oleh Teorema 6.
 






Teorema 7. Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
Ar As = Ar+s     (Ar)s = Ars
 
Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang sudah dikenal dari eksponen adalah shahih.
           


            Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen matriks tersebut.
Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka:
a)      A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A
b)      An dapat dibalik dan (An)-1 = (A-1)n untuk n = 0,1,2,…..
c)      Untuk setiap skalar k yang taksama dengan nol, maka kA dapat dibalik dan (kA)-1 =  A-1
 
 





Bukti.
a.       Karena AA-1 = A-1 A = I, maka A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A.
b.     
c.       Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari Teorema 2 akan memungkinkan kita untuk menuliskan

(kA)=
Demikian juga (kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1 = .
Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari operasi transpose.

Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat dilakukan, maka
a.      (At)t = A
b.      (A+B)t = At + Bt
c.       (kA)t = kAt , dimana k adalah sebarang scalar.
d.      (AB)t = Bt At
 
Transpose sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya dalam urutan kebalikannya.
 
 







2.6   MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
(i)                          (ii)       (iii)   (iv)
Rounded Rectangle: Tambahkan tiga kali baris ketiga dari I3 pada baris pertamaRounded Rectangle: Pertukarkan baris kedua dan baris keempat dari I4Rounded Rectangle: Ketika baris kedua I2 dengan -3Rounded Rectangle: Kalikan baris pertama dari I3 dengan I                                      

Rounded Rectangle: Teorema 10 : Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi baris tertentu pada Im dan  jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah matriks yang dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
 




Operasi baris pada I yang menghasilkan E
Operasi baris pada E yang menghasilkan I
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0.
Kalikanlah baris I dengan
Pertukarkan baris I dan baris j.
Pertukarkan baris i dan baris j.
Tambahkan c kali baris I ke baris j.
Tambahkan – c kali baris i ke baris j.

Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi yang bersesuaian di ruas kiri.
Rounded Rectangle: Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga matriks elementer.
 


Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I. Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
                        EoE = I dan         EEo = I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A  I   =   I A-1
Contoh :
A =                      A-1 = . . . ?
Jawab :

Rounded Rectangle: Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke 3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan nol.A  I =  
Rounded Rectangle: Baris ke 2 ditukar baris ke3.        =          
Rounded Rectangle: Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk mendapatkan 1 utama.        =   
Rounded Rectangle: Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk mendapatkan nol.        =   

      =
                             I           A-1

2.7  HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN KETERBALIKAN
Rounded Rectangle: Teorema 13 : Jika A adalah matriks n x n yang dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B yang berukuran n x 1, sistem persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X = A-1 B. 


AX = B → X =   → I . B = B
                                   A .  = B
                                    A .  X       =  B
       X       =  A-1 . B

X . A = B
X . . . ?
Jawab:
B . I = B
 . A = B
     X      . A  =  B
            X      = B . A-1















BAB III
DETERMINAN
3.1   FUNGSI DETERMINAN
Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil  dengan sebuah matriks . Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan beberapa hasil yang menyangkut permutasi.
Rounded Rectangle: Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat {1,2,…,n}adalah susunan bilangan-bilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi bilangan-bilangan tersebut.
 



Contoh :
Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat . Permutasi-permutasi ini adalah
(1, 2, 3)       (2, 1, 3)      (3, 1, 2)
(1, 3, 2)       (2, 3, 1)      (3, 2, 1)
Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Contoh :



Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan , maka kita akan menuliskan . Disini,  adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian,  adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi dalam permutasi  jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat diperoleh sebagai berikut:
1)      Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari  dan yang membawa  dalam mutasi tersebut.
2)      Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari  dan yang membawa  dalam mutasi tersebut.
Teruskanlah proses penghitungan ini untuk . Jumlah bilangan-bilangan ini akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.
Contoh :
Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut
a)      (3, 4, 1, 5, 2)
b)      (4, 2, 5, 3, 1)
Jawab:
a)      Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5
b)      Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7
Rounded Rectangle: Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
 



Contoh :
Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari  sebagai genap atau ganjil.
Permutasi
Banyaknya Invers
Klasifikasi
(1, 2, 3)
0
Genap
(1, 3, 2)
1
Ganjil
(2, 1, 3)
1
Ganjil
(2, 3, 1)
2
Genap
(3, 1, 2)
2
Genap
(3, 2, 1)
3
Ganjil


Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah det(A) kita namakan determinan A.
Contoh 5
det  =

det  =
Caranya sebagai berikut :
 
                 

Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.

Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :
A.     =
B.     =  
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10
dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240
*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi. 


Rounded Rectangle: Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris bilangan nol, maka det (A) = 03.2   MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS


Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah (lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).
Contoh:
Sebuah matriks segitiga atas 4  4 yang umum mempunyai bentuk
 
Sebuah matriks segitiga bawah 4  4 yang umum mempunyai bentuk
 

Rounded Rectangle: Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga n ×n, maka det (A) adalah hasil kali entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = a_11 a_22…a_nn.
 


Contoh:
Rounded Rectangle: Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks n ×n.
 Jika A^' adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k, maka det(A)^' = k det(A).
 Jika A^' adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det(A^' ) = - det(A).
 Jika A^' adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris lain, maka det(A^' ) = det(A).
 = 1 . 1 . 7 = 7





Contoh :
Karena operasi perkalian maka kebalikannya dikali
 
A =  = - 2
 =                    = 4  
                                             = 4 . (-2)
                                             = -8
Karena pertukaran antar baris maka dikali .
 
 =                                 =  
                                                         = - (-2)
                                                         = 2
Karena pertambahan antar baris maka tidak berpengaruh.
 
 
 =                            =
                                                         = -2
Contoh :
A =
Det (A) =
Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol.

Contoh :
 Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.

3.3       SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN
Teorema  4. Juka A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At).

 
 



Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom” disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah kita ketahui untuk baris.
Contoh
Hitunglah determinan dari
A =
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama pada kolom keempat untuk mendapatkan
Det (A) = det  =(1)(7)(3)(-26)= -546
Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.
Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan
det(kA), det(A + B), dan det(AB)
karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita dapatkan
det(kA) = kn det(A)
Teorema 5.  Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda dalam garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari A” dapat diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam baris ke r dari A dan dalam baris ke r dari A’. Maka
det(A”) = det (A) + det (A’)
Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu.
 
 





Contoh 
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
det  =  +
Teorema 6.  Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka
det(AB) = det(A)det(B)
 
 



Contoh
Tinjaulah matriks-matriks                   
                       
Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).
Teorema 7.  Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A) ¹0
 
 


Contoh
Karena baris pertama dan baris ketiga dari
                                   
Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik

3.4   EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER
Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan.
Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j dicoret dari A. Bilangan (-1)i + jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.
 
 



Contoh :
Misalkan
Minor entri a11 adalah
Kofaktor a11 adalah
C11 = (-1)1 + 1 M11 = M11 = 16
Demikian juga, minor entri a32 adalah
Kofaktor a32 adalah
C32 = (-1)3 + 2 M32 = M32 = – 26
Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij = ± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i dan kolom ke j dari susunan
Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.
Tinjaulah matriks 3 x 3 umum
dapat kita tuliskan kembali menjadi
Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan C31, maka kita peroleh
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Contoh :
Misalkan
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.

Pemecahan.
                                               
                                                           
                                                           
                                                           
                                                           
                                                           
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).
Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.
Teorema 8.
Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil kali yang dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n
 
 




Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j
dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i

Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan dengan adj(A).

Teorema 9.
Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka
 
Teorema 10 (Aturan Cramer)
Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan takdiketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik. Pemecahan ini adalah
dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j dari A dengan entri-entri dalam matriks
 
 



















BAB IV
VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
4.1       VEKTOR (GEOMETRIK)
                                      Vektor AB atau vektor u
                                      A adalah titik awal (intial point)
                                      B adalah titik terminal (terminal point)
·         Vektor Ekivalen
                                                       u ekivalen v
                                                       Apabila arah dan panjangnya sama.
                                                       Jadi u = v
·         Penjumlahan Vektor
                                                       v + w = w + v


·         Vektor Nol
0        + v = v + 0 = v
·         Vektor Negatif
v + (-v) = 0
·         Pengurangan Vektor
v w = v + (-w)

 



·         Komponen vektor di Ruang-2
u = (u1, u2)
v = (v1, v2)
·         Komponen vektor di Ruang-3
u = (u1, u2, u3)
v = (v1, v2, v3)
·         Penjumlahan
u + v  = (u1, u2) + (v1, v2)
          = (u1 + v1, u2 + v2)
u + v = (u1 + v1, u2 + v2, u3 + v3)              Ruang-3
Contoh:
Jika v = (1, -2) dan w = (7, 6) maka v + w = ?
Jawab:
v + w = (1, -2) + (7, 6)
          = (1 + 7, -2 + 6)
          = (8, 4)


·         Pengurangan
uv  = (u1, v1) – (u2, v2)
          = (u1 v1, u2v2)
uv  = (u1 v1, u2v2, u3v3)              Ruang-3
Contoh:
Jika u = (7, 6) dan v = (3, 2), maka uv = ?
Jawab:
uv  = (7, 6) – (3, 2)
                          = (7 – 3, 6 – 2)
                          = (4, 4)
·         Gambar titik P (-2, 3, 4)











4.2   NORMA VEKTOR; ILMU HITUNG VEKTOR
 







Panjang sebuah vector v sering dinamakan norma v dan dinyatakan dengan . Jelaslah dari teorema phytagoras bahwa norma vector v = (v1, v2) di ruang-2 adalah

Misalkan v = (v1, v2, v3) adalah vector ruang-3. Dengan menggunakan gambar 3.16 dan dua penerapan phytagoras, maka kita dapatkan
                           
                                                                                    
                                                                                    
                                                                              
Gambar 3.16
 
 


Jika  dan adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d diantara kedua titik tersebut adalah norma vector P1P2 , karena
Maka jelas bahwa

4.3   HASIL KALI TITIK; PROYEKSI
Pada bagian ini kita perkenalkan semacam perkalian vektor di ruang-2 dan ruang-3. Sifat-sifat ilmu hitung perkalian ini akan ditentukan dan beberapa penerapannya akan diberikan.
Misalnya u dan v adalah dua vektor taknol di ruang-2 dan ruang-3,dan anggaplah vektor-vektor ini telah dilokasikan sehingga titik awalnya berimpit. Yang kita artikan dengan sudut di antara u dan v, dengan sudut θ yang ditentukan oleh u dan v yang memenuhi 0 ≤ θ ≤ π
Definisi : Jika u dan v adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan θ adalah sudut di antara u dan v, maka hasil kali titik (dot product) atau hasil kali dalam Euclidis (Euclidean inner product) u • v didefinisikan oleh

 
 








Misalkan u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor taknol. Jika, seperti pada gambar dibawah, θ adalah sudut di antara u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan



Karena  = vu, maka dapat kita tuliskan kembali sebagai
atau
Dengan mensubstitusikan
              
dan
Maka setelah menyederhanakannya akan kita dapatkan
Jika u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah dua vektor di ruang-2, maka rumus yang bersesuaian adalah
Jika u dan v adalah vektor taknol, maka rumus di atas dapat kita tulis

Teorema berikut ini memperlihatkan bagaimana hasil kali titik dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai sudut diantara dua vektor; teorema ini juga menghasilkan hubungan penting di antara norma dan hasil kali titik.
Teorema 2
Misalkan u dan v adalah vektor di ruang-2 atau ruang-3.
a)      v • v =  ; yakni,  =
b)      Jika u dan v adalah vektor-vektor taknol dan θ adalah sudut di antara kedua vektor tersebut, maka
θ lancip            jika dan hanya jika u • v > 0
θ tumpul          jika dan hanya jika u • v < 0
θ = π/2             jika dan hanya jika u • v = 0
 
 






Vektor tegaklurus disebut juga vektor ortogonal. Pada teorema di atas, dua vektor taknol adalah tegaklurus jika dan hanya jika hasil kali titiknya adalah nol. Jika kita sepakat menganggap u dan v agar tegaklurus maka salah satu atau kedua vektor ini haruslah 0, karenanya kita dapat menyatakan tanpa kecuali bahwa baik vektor u maupun v akan ortogonal jika dan hanya jika uv = 0.
Teorema 3
Jika u, v dan w adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k adalah skalar, maka
a)      u • v = v • u
b)     u • (v + w) = u • v + u • w
c)      k(u • v) = (ku) • v = u • (kv)
d)     v • v > 0 jika v ≠ 0 dan v • v = 0 jika v = 0

 
 







Jika u dan a ditempatkan sedemikian rupa maka titik awalnya akan menempati titik Q, kita dapat menguraikan vektor u sebagai berikut.
 



Turunkanlah garis tegaklurus dari atas u ke garis yang melalui a, dan bentuklah vektor w1 dari Q ke alas garis yang tegaklurus tersebut. Bentuk selanjutnya akan menjadi
w2 = uw1
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas, vektor w1 sejajar dengan a, vektor w2 tegaklurus dengan a, dan
w1 + w2 = w1 + (uw1) = u
Vektor w1 tersebut kita namakan proyeksi ortogonal u pada a atau kadang-kadang kita namakan komponen vektor u sepanjang a. Hal ini kita nyatakan dengan
proyau
Vektor w2 kita namakan komponen vektor u yang ortogonal terhadap a. Karena w2 = uw1 maka vektor ini dapat kita tulis sebagai
w2 = u – proyau

Teorema 4
Jika u dan a adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan jika a ≠ 0, maka
  (komponen vektor u sepanjang a)

 (komponen vektor u yang ortogonal terhadap a)
 
 





Bukti :
Misalkan w1 = proyau dan w2 = u – proyau. Karena w1 sejajar dengan a, maka kita harus mengalikan skalar a, sehingga kita dapat menuliskan dalam bentuk w1 = ka. Jadi
u = w1 + w2 = ka + w2
Dengan mengambil hasil kali titik dari kedua sisi dengan a maupun dengan menggunakan teorema 2 dan 3 akan menghasilkan
Namun  karena w2 tegaklurus kepada a, sehingga persamaan di atas menjadi
Karena proyau = w1 = ka, kita dapatkan
Sebuah rumus untuk panjang komponen vektor u sepanjang a dapat kita peroleh dengan menuliskan
                     =
                                    =                   (karena  adalah sebuah skalar)
                                    =                     (karena  > 0)
menghasilkan
Jika θ menyatakan sudut antara u dan a, maka , sehingga dengan demikian rumus di atas dapat juga kita tuliskan menjadi

Kemudian rumus untuk menghitung jarak antara titik dan garis adalah

4.4   HASIL KALI SILANG
Definisi : jika u =  dan v =  adalah vector di ruang-3, maka hasil kai silang u x v adalah vector yang didefinisikan oleh
u x v =
atau dalam notasi determinan
u x v =
Terdapat pola pada rumus di atas yang berguna untuk diingat. Jika di bentuk matriks 2 x 3.
Di mana entri baris pertama adalah komponen factor pertama u dan entri baris kedua adalah komponen factor v, maka determinan dalam komponen pertama u x v didapatkan dengan mencoret kolom pertama matriks tersebut, determinan dalam komponen kedua kita dapatkan dengan mencoret kolom kedua dari matriks tersebut, sedangkan determinan dalam komponen ketiga kita dapatkan dengan mencoret kolom ketiga dari matriks tersebut.
Contoh 1
Carilah u x v, di mana u = (1, 2, -2) dan v = (3, 0, 1)
Jawab
u x v =
           = (2, -7, 6)


Teorema 5. Jika u dan v adalah vector di ruang-3, maka :
a.       u . (u x v) = 0                                       (u x v orthogonal ke u)
b.      v . (u x v) = 0                                       (u x v orthogonal ke v)
c.       ll u x v ll2 = ll u ll ll v ll2 – (u . v)2                          (identitas lagrange)
 
Teorema 6. Jika u, v dan w adalah sebarang vektor di ruang-3 dan k adalah sebarang scalar, maka :
a.       u x v = - (v x u)
b.      u x (v + w) = (u x v) + (u x w)
c.       (u + v) x w = (u x w) + v x w)
d.      k(u x v) = (ku) x v = u x (kv)
e.       u x 0 = 0 x u
f.       u x u = 0

 
 








Misalkan :       
Tinjaulah vector-vektor : i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0), k = (0, 0, 1)
Setiap vector v = (v1, v2, v3) di ruang ke-3 dapat di ungkapkan dengan i, j, dan k, karenanya kita dapat menuliskan 
            v = (v1, v2, v3) = v1(1, 0, 0) + v2(0, 1, 0) + v3(0, 0, 1) = v1i + v2j + v3k
dan dalam gambar berikut :


dan dari gambar ini di dapat :
i x j =  = (0, 0, 1) = k

jika u dan v adalah vector-vektor taknol di ruang-3, maka norma u x v mempunyai tafsiran  geometric yang berguna. Identitas Lagrange, yang diberikan dalam teorema 5, menyatakan bahwa :
            ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – u . v
jika q menyatakan sudut di antara u dan v, maka u . v  = ll u ll ll v ll cos q, sehingga dapat kita tuliskan kembali :
            ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – ll u ll2 ll v ll2 cos2 q
                             = ll u ll2 ll v ll2 (1 – cos2 q)
                              = ll u ll2 ll v ll2 sin

BAB V
RUANG – RUANG VECTOR
5.1   RUANG-N EUCLIDIS
Definisi : jika n adalah sebuah bilangan bulat positif, maka tupel-n-terorde (ordered-n-tupel) adalah sebuah urutan n bilangan riil (a1,a2,………,an). himpunan semua tupe-n-terorde dinamakan ruang-n dan dinyatakan dengan Rn .
Bila n=2 atau 3, maka kita biasanya menggunakan istilah pasangan terorde dan tripel terorde dan bukannya tupelo-2-terorde dan tupelo-3-terorde. Bila n=1, setiap tupel-n-terorde terdiri dari satu bilangan riil, sehingga R1 dapat ditinjau sebagai himpunan bilangan riil. Kita biasanya menuliskan R dan bukannya R1 untuk himpunan ini.
Definisi dua vector u = (u1,u2,…..,un) dan v = (v1,v2,….,vn)pada Rn dinamakan sama jika
U1 = v1, u2 = v2, …..,un = vn
Jumlah u + vdidefinisikan oleh
u + v = (u1 + v1, u2 + v2,….,un + vn)
dan jika k adalah sebarang scalar, maka perkalian scalar ku didefinisikan oleh
ku = (ku1, ku2,…..kun)
Teorema 1. Jika u = (u1,u2,…..,un) , v = (v1,v2,….,vn) dan w = (w1, w2,…..,wn) adalah vector-vektor pada Rn dan k serta l adalah scalar, maka :
a)      U + v = v + u
b)      U + (v + w) = (u + v) + w
c)      U + 0 = 0 + u = u
d)      U + (-u) = 0, yakni u – u = 0
e)      K (lu) = (kl) u
f)       K(u + v) = ku + kv
g)      (k + l)u = ku + lu
h)      1u = u
Definisi. Jika u = (u1,u2,…..,un)  dan v = (v1,v2,….,vn) adalah sebarang vector pada Rn, maka hasil kali dalam euclidis (Euclidean inner product) u . v kita definisikan dengan
u.v = u1 v1 + u 2v2 + ….. + un vn
Contoh
Hasil kali dalam euclidis dari vector-vektor itu adalah
u = (-1, 3, 5, 7) dan v = (5, -4, 7, 0)
Sedangkan R4 adalah u.v = (-1)(5) + (3)(-4) + (7)(0) = 18
Teorema 2.  Jika u, v, dan w adalah vector pada Rn dan k adalah sebarang scalar, maka :
a)      u . v =  v . u
b)      (u + v) . w = u . w + v . w
c)      (ku) . v = k(u + v
d)      v . v ≥ 0. Selanjutnya, v . v = 0 jika dan hanya jika v = 0

Contoh
Teorema 2 membolehkan kita melakukan perhitungan dengan hasil kali dalm euclidis yang sangat merip dengan cara kita melakukan perhitungan hasil kali ilmu hitung biasa.
Misalnya,
(3u + 2v) . (4u + v) = (3u) . (4u + v) + (2v) . (4u + v)   
                                 = (3u) . (4u) + (3u) . v + (2v) . (4u) + (2v) . v    
                                = 12(u . v) + 3(u . v) + 8(v . u) + 2(v . v)
                                = 12(u . u) + 11(u . v) 2(v . v)
Berdasarkan analogi dengan rumus-rumus yang sudah kita kenal baik R2maupun R3, kita definisikan norma euclidis (atau panjang euclidis) vector u = (u1,u2,…..,un) pada Rn menurut
Demikian juga jarak euclidis diantara titik u = (u1,u2,…..,un) dan titik v = (v1,v2,….,vn) pada Rn didefinisikan oleh
Contoh 3
Jika u = (1, 3, -2, 7) dan v = (0, 7, 2, 2) maka,
Dan d(u,v) =
Bagi vector pada notasi vertical, kita punyai rumus matriks
vtu = u . v
untuk hasil kali dalam euclidis. Misalnya jika
Maka,

5.2   RUANG VEKTOR UMUM
Definisi. Misalkan V sebarang himpunan benda yang dua operasinya kita definisikan, yakni penambahan dan perkalian dengan scalar (bilangan riil). Penambahan tersebut kita pahami untuk mengasosiasikan sebuah aturan dengan setiap pasang benda u dan v dalam V, yang mengandung elemen u + v, yang kita namakan jumlah u dan v; dengan perkalian scalar kita artikan aturan untuk mengasosiasikannya baik untuk setiap scalar k maupun setiap benda u pada V yang mengandung elemen ku, yang dinamakan perkalian scalar (scalar multiple) u oleh k. jika aksioma-aksioma berikut dipenuhi oleh semua benda u, v, w pada V dan oleh semua scalar k dan l, maka kita namakan V sebuah ruang vector (vector space) dan benda – benda pada V kita namakan vector :
1)      jika u dan v adalah benda – benda pada V, maka u + v berada di V
2)      u + v = v + u
3)      u + (v + w) = (u + v) + w
4)      ada sebuah benda 0 di V sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk semua u di V
5)      untuk setiap u di V, ada sebuah benda – u di V yang kita namakan negative u sehingga u + (- u ) = (-u)+u = 0
6)      jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang benda di V, maka ku berada di V
7)      K(u + v) = ku + kv
8)      (k + l)u = ku + lu
9)      K (lu) = (kl) u
10)  1u = u
Teorema 3. Misalkan V adalah sebuah ruang vector, u sebuah vector pada V, dan k sebuah skalar, maka:
a)      0u = 0
b)      K0 = 0
c)      (-1)u = -u
d)      Jika ku = 0, maka k = 0 atau u = 0

5.3   SUB-RUANG
Definisi : Subhimpunan W dari sebuah ruang vector V dinamakan subruang (subspace) V jika W itu sendiri adalah ruang vector di bawah penambahan dan perkalian scalar yang didefinisikan pada V.
Teorema 4
Jika w adalah himpunan dari satu atau lebih vector dari sebuah ruang vector V, maka w adalah subruang dari V  jika dan hanya jika kondisi-kondisi berikut berlaku.
a)      Jika u dan v adalah vector-vektor pada , maka u + v terletak di w
b)      Jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang vector pada w, maka ku berada di w.
Contoh
Perlihatkanlah bahwa himpunan W dari semua matriks 2x2 yang mempunyai bilangan nol pada diagonal utamanya adalah subruang dari ruang vector M22 dari semua matriks 2x2 .
Pemecahan. Misalkan 

Adalah sebarang dua matriks pada matriks pada W dan k adalah sebarang scalar. Maka
Oleh karena kA dan A + B mempunyai bilangan nol diagonal utama, maka kA dan A + B terletak pada W. jadi, W adalah subruang dari M22
Contoh
Tinjaulah vector-vektor u = (1, 2, -1) dan v = (6, 4, 2) di R3. Perlihatkan bahwa w = (9, 2, 7) adalah kombinasi linear u dan v serta bahwa w’ = (4, -1, 8) bukanlah kombinasi linear u dan v.
Pemecahan.  Supaya w merupakan kombinasi linear u dan v, harus ada scalar k1 dan k2 hingga w = k1 u + k2 v ; yakni (4,-1, 8)=k1(1, 2, -1)+k2(6, 4, 2)
Atau (9, 2, 7)=(k1 + 6k2, 2k1 + 4k2, -k1 + 2k2)
Dengan menyamakan komponen yang bersesuaian memberikan
k1   + 6k2  = 4
2k1 + 4k2  = -1
-k1 + 2k2   = 8
System persamaan – persamaan ini tidak konsisten. Sehingga tidak ada scalar-skalar seperti itu. Sebagai konsekuensinya, maka w’ bukanlah kombinasi linear u dan v.
Definisi. Jika v1, v2,…,vr  adalah vector – vector pada ruang vector V dan jika masing – masing vector pada V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear  v1, v2,…,vr  maka kita mengatakan bahwa vetor – vector ini merentang V.
Contoh
Vector-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) merentang R3 karena setiap vector (a, b, c) pada R3 dapat kita tuliskan sebagai
(a, b, c) = ai + bj + ck
Yang merupakan kombinasi linear I, j, dan k
Contoh
Tentukan apakah v1 = (1, 1, 2), v2 = (1, 0, 1), dan v3 = (2, 1, 3) merentang R3.
Pemecahan. Kita harus menentukan apakah sebarang vector b = (b1, b2, b3) pada R3 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear
b = k1 v1 + k2 v2 + k3 v3
dari vector – vector v1, v2, v3. Dengan menyatakan persamaan ini dalam komponen – komponen maka akan memberikan
(b1, b2, b3) = k1  (1, 1, 2) + k2  (1, 0, 1) + k3 (2, 1, 3) atau
(b1, b2, b3) = (k1 + k2 + 2 k3,    k1 + k3,     2k1 + k2 + 3k3
Dapat juga k1 + k2 + 2 k3 = b1
                     k1 +            k3 = b2
                               2k1 + k2 + 3k3 = b3
Menurut bagian a dan bagian d dari teorema 15, maka system ini akan konsisten untuk semua nilai b1, b2, dan b3 jika dan hanya matriks koefisien – koefisien dapat dibalik.
A =      
Tetapi det (A) = 0, sehingga A tidak dapat dibalik, dan sebagai konsekuensinya, maka v1, v2, v3 tidak merentang R3.
Teorema 5. Jika v1, v2,…,vr adalah vector-vektor pada ruang V, maka:
a)      Himpunan W dari semua kombinasi linear v1, v2,…,vr adalah subruang V.
b)      W adalah subruang terkecil dari V yang mengandung  v1, v2,…,vr  dalam arti bahwa setiap subruang lain dari V yang mengandung v1, v2,…,vr harus mengandung W.
                                                                                           
5.4  KEBEBASAN LINIER
Definisi. Jika S =  adalah himpunan vector, maka persamaan vector
k1 v1 + k2 v2 + … + kr vr = 0
mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni
K1 = 0,     k2 = 0,….., kr = 0
Jika ini adalah satu-satunya pemecahan, maka S kita namakan himpunan bebas linier (linearly independen). Jika ada pemecahan lain, maka S kita namakan himpunan tak-bebas linier (linier dependent).

Contoh :
Himpunan vector-vektor , dimana v1= (2, -1, 0, 3), v2 = (1, 2, 5, -1), dan v3 = (7, -1, 5, 8) adalah himpunan tak bebas linier, karena 3v1 + v2 – v3 = 0.
Contoh :
Tinjaulah vektor-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) pada R3. Ruas komponen persamaan vector
K1 i + k2 j + k3 k = 0
K1(1, 0, 0) + k2(0, 1, 0) + k3(0, 0, 1) = 0
Jadi , K1 = 0, k2 = 0 dan k3 = 0; sehingga himpunan S = (i, j, k) bebas linier. Uraian serupa dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa vector-vector e1 = (0, 0, 0, … , 1), e2 = (0, 1, 0, 0, …, 0), … ,en = (0, 0, 0, …,0) membentuk himpunan bebas linier pada Rn.
Text Box: Teorema 6. Himpunan S dengan dua vector atau lebih adalah 
(a) Takbebas linier jika dan hanya jika paling tidak satu diantara vector S dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vector S lainnya.
(b) Bebas linier jika dan hanya jika tidk ada vector S yang dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dalam vector S lainnya.
Text Box: Teorema 7. 
(a) Jika sebuah himpunan mengandung vector nol, maka himpunan itu takbebas linier 
(b) Sebuah himpunan yang mempunyai persis dua vector takbebas linier jika dan hanya jika salah satu dari vector itu adalah perkalian dari scalar lainnya
 














Contoh interpretasi geometric dari ketakbebasan linier dalam R2
(b)
 
(a)
 
 
















Gambar  4.6 (a) takbebas linier, (b) takbebas linier, (C) bebas linier

Teorema 8. Misalkan  adalah himpunan vector-vektor pada Rn jika r > n, maka S takbebas linier. 



BAB III
PENUTUP

Saran
Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita pikirkan.














 

1 komentar:

  1. Casino Gaming in San Francisco
    Casino 부평바카라 Gaming is San Francisco's premier gaming golden star casino. 스포츠라이브스코어 Experience gaming, luxury 백 스트레이트 accommodations, dining and more at 힘숨찐챌린지 our lively, world-class CASINO GAMES: 450+

    BalasHapus